Rabu, 30 November 2011

Kisah Hebat AK-47 & Lima Senapan Legendaris

Angkasa Edisi Koleksi No.65 Tahun 2010
Keberhasilan milisi Irak mengusir serombongan helikopter Apache AShanya dengan berondongan AK 47, tak ayal bikin pamor senapan serbu buatan Rusia ini kian mencuat. Lewat drama kontak senjata tak imbang di Baghdad (2003) itu, Kalashnikov pun semakin dikenal sebagai simbol perjuangan dan perlawanan. Akurasinya tak sebaik M-16, namun telah menjadi fakta bahwa 100 juta pucuk telah merembes ke seantero dunia. AK adalah senapan organik andalan 50 angkatan bersenjata dan puluhan kelompok perlawanan yang bersarang di belantara Afrika, Amerika Selatan dan Asia. Perang telah membuat namanya jauh lebih besar dari nama penciptanya sendiri.
AK 47 atau Kalashnikov adalah sebuah fenomena khusus di belantara persenjataan dunia. Mekaniknya tidak  canggih, namun segudang kelebihan telah menjadikannya sebagai senjata pemusnah paling dahsyat di muka Bumi. Dalam warna lain, beberapa senapan juga memiliki predikat dan kisah yang melegenda. Sebut saja 303 Lee Enfield, senapan bolt action yang begitu dihormati karena darinya lahir berbagai senapan andalan sniper sedunia. Juga ada M-16, senapan serbu paling laku kedua setelah AK 47 yang pernah dikagumi lantaran desainnya sangat modern. Lalu M-1, kesayangan Jenderal Patton yang masih terus dikenang sebagai The War Wining Rifle. Dan, tak bias dilupakan: SturmGewehr 44 — embah dari senapan serbu sejagad.
Kekaguman orang terhadap senapan  sesungguhnya telah mencuat sejak abad 14, yakni sejak senapan pertama atau musket diperkenalkan. Kala itu orang disadarkan betapa perancang senjata mampu menciutkan sosok meriam yang sebesar gentong hingga bisa dibawa kemana-mana. Setelah itu, mesin perang andalan para infantri ini terus menerus disempurnakan. Setiap jenis baru merupakan taruhan dari kepandaian, kreativitas dan craftmanship perancangnya. Akibat senapan-senapan ini jualah wajah peperangan di dunia, berubah. Dalam buku Kisah Hebat AK 47 & Lima Senapan Legendaris ini Anda akan kami ajak menjelajah kisah-kisah menarik di seputar perjalanan senapan-senapan ini. Sebuah resume sejarah senapan yang pantas dikoleksi. Jangan lewatkan!

AK-47 SENJATA PEMUSNAH PALING DAHSYAT

Simbol Perlawanan dan Perjuangan
Bisa digunakan oleh siapa saja, tak mudah macet dan gampang dirawat. Kelebihan itulah yang membuat 50 angkatan bersenjata dan tak terhitung kelompok perlawanan, memilih AK 47 sebagai senjata utama bagi para personelnya. Akurasinya memang tidak sebaik M­16, namun sebagai senapan untuk pertempuran jarak dekat kelemahan ini bukanlah perkara serius. Hingga kini kira-kira telah beredar 75 sampai 100 juta pucuk di seantero dunia. Reputasinya yang mendunia dengan sendirinya diikuti catatan buruk bahwa senapan ini juga telah membunuh begitu banyak orang. AK telah menewaskan jutaan orang dan mengakibatkan jutaan lainnya mengungsi. Ini jauh lebih besar dari korban bom atom di Jepang. Tak heran jika kepadanya dise­matkan predikat senjata pemusnah paling dahsyat di dunia. The most devastating weapon in the world

Kisah pertempuran antara (helikopter serang Angkatan Darat AS, AH-64D Longbow, dengan tentara Irak bersenjatakan AK‑47 yang terjadi di Bagh‑ dad pada 23 Maret 2003 adalah kisah pertem­puran tak imbang paling dahsyat yang bisa digunakan untuk menggambarkan kesaktian senapan ini. Dari sini dunia bisa melihat bahwa betapa AS telah menginvestasikan miliaran dollar untuk senjata canggih yang bisa memusnahkan sebuah tempat dari ruang angkasa, AK-47 yang bisa ditebus dengan hanya 15 dollar masih tetap men­jadi senjata pemusnah massal yang paling menakutkan di dunia.
Helikopter serang AH-64 Apache, andalan Angkatan Darat AS untuk serangan darat dan antitank dalam Operasi Iraqi Freedom. Heli ini biasa dilengkapi kanon, roket dan rudal. Dalam kontak senjata di Baghdad, 23 Maret 2003, hell sangar ini toh bisa ditundukkan oleh milisi Irak yang hanya bersenjatakan AK-47.
Pada hari itu, alkisah, AD AS mengerahkan 32 AH-64 versi Longbow dan Apache untuk membuka jalan bagi iring-iringan kendaraan pasukan koalisi yang akan masuk ke dalam kota Baghdad dari arah utara. Ini adalah hari ketiga terhitung setelah AS dan pasukan koalisi memulai serangan ke Irak. Operasi militer untuk menumbangkan kekuasaan Saddam Hussein ini dikenal pula dengan sebutan Operasi Iraqi Freedom.

Helikopter antitank spesialis search and destroy itu sengaja dikerahkan dalam jumlah ban-yak karena situasi ibukota Irak belum sepenuhnya dikuasai. Di sana, dikuatirkan masih banyak bercokol personel Garda Re­publik – pasukan elit pengawal Presiden Saddam Hussein. Mereka kabarnya memiliki senjata antipersonel rudal darat ke darat dan roket ATACMS berhulu ledak born seberat 950 pon.
Tapi apalah artinya senjata­senjata itu dibanding kanon 30 mm milik Apache yang mampu menyemburkan 320 peluru per-detik dan rudal antitank AGM-114 Hellfire yang sanggup menjebol tank? Dengan berbagai persen­jataan mematikan yang ditenteng helikopter-helikopter itu, AD AS kelihatan percaya diri. Apalagi karena helikopter serbu itu terbang tidak sendirian.
Namun, tak lama setelah memasuki kota, wajah pilot-pilot AD AS itu sontak berkerut, khu­susnya setelah melihat sekelebat cahaya dari sebuah sudut jalan. Dua menit kemudian, nyali mere­ka tiba-tiba menciut setelah ribuan peluru menghambur dari berbagai arah ke arah helikopter yang mereka terbangkan. Kedatangan mereka rupanya sudah ditunggu.
Spot cahaya itu ternyata aba-aba serangan. Tidak ada satu sasaran pun yang bisa dibidik secara fokus oleh pilot Apache. Tembakan berasal dari berbagai titik, dari atap-atap gedung, dari gang, dari mana saja. Yang paling mencengangkan peluru-peluru itu bukanlah peluru kanon. Bagi para pilot peluru-peluru itu sangat kecil. Peluru-peluru itu ternyata berasal dari moncong senapan AK. Namun demikian, meski hanya be­rasal dari kaliber 7,62 mm, 31 dari 32 helikopter tempur ini benar-be­nar kerepotan dan mundur karena mengalami kerusakan. Kemana yang satu lagi? Terjangan peluru AK ternyata berhasil membuatnya jatuh. Kedua awaknya lalu menjadi tawanan perang.
Bob Duffney, salah seorang pilot Apache yang ‘mundur’ dari ajang pertempuran itu kemudian bercerita. Seperti dirasakan pilot-pilot Apache lainnya, is menga­takan, model pertempuran yang dihadapi di Irak benar-benar baru sekaligus menyeramkan “Kami ditembaki oleh senapan AK dari segala arah. Saya sendiri mendapat tembakan dari depan, belakang, kiri, kanan Dalam operasi Desert Storm, kami sama sekali tak men­galami perlawanan sehebat ini.”
Hingga saat itu para panglima perang dan prajurit AS tak pernah memandang serius daya bunuh AK. Padahal kejadian segenting ini, pernah dialami prajurit Ranger ketika menggelar operasi penangkapan Jenderal Moham­med Farrah Aidid, 3 Oktober 1993 di Mogadishu, Somalia. Beberapa personel yang ingin menyelamatkan awak udara dari dua heli UH-60 Blackhawk yang jatuh dalam operasi tersebut, pernah dibuat tak berkutik akibat dihujani peluru AK oleh pasukan Aidid. Operasi penangkapan Aidid itu pun berubah menjadi operasi penyelamatan awak udara dan prajurit Ranger yang terjebak di Mogadishu.
AB AS, semasa pemerintahan Bill Clinton, talc akan pernah me­lupakan kegagalan operasi Gothic Serpent. Pasalnya, dalam operasi penangkapan Aidid yang semula dibayangkan sangat mudah itu telah tewas 18 personel AS se­mentara 79 lainnya pulang dalam keadaan terluka. Mereka juga talc akan pernah melupakannya, karena pasukan Aidid sebaliknya berhasil menangkap Mike Durant, satu-satunya pilot Blackhawk yang selamat dalam pertikaian berdarah itu.
Kisah kegagalan operasi penangkapan Mohammed Farrah Aidid dapat disimak dalam film la­yar lebar Black Hawk Down (2001) karya sutradara Ridley Scott. Sama dengan sikap awak AH-64 Apache yang akan masuk kota Baghdad, awak UH-60 juga memasuki kota Mogadishu dengan perasaan jumawa. Pikir mereka, mana mungkin milisi dari negeri miskin mampu menghadapi serombon­gan helikopter bersenjata dan prajurit perkasa AS? Tembakan RPG tanpa dinyana berhasil merontokkan dua Blackhawk dan operasi ini pun berubah menjadi horor bagi pasukan elit AS.

Gothic Serpent dipimpin oleh Brigjen William F. Garri­son, perwira brilian yang dalam catatan reputasinya pernah ikut mendukung operasi penangkapan Pablo Escobar, raja kartel obas bius Colombia pada 1993. Operasi ini didukung 160 personel, 19 pesawat termasuk helicopter komando dan pengendali A/MH-6 Little Bird–, 12 kendaraan angkut personel, serta persenjataan cang­gih lain. Jumlah serta kecanggihan sistem persenjataan rupanya tak bisa memberangus keberingasan pasukan Aidid. Meski kekuatan mereka hanya bertumpu pada AK, Rocket Propelled Granade (RPG), dan kanon konvensional.

Andalan Perang Asimetrik
Bagi AS, pertempuran di Mogadishu merupakan pertem­puran dalam kota paling dramatik. Untuk mengantisipasi pertem­puran sejenis, Marinir AS kemu­dian berinisiatif menggelar Urban Warrior Program. Program ini didedikasikan agar setiap prajurit mampu menghadapi lawan yang hanya berbekal AK. Pimpinan Marinir AS sempat menyatakan, AK tak bisa disepelekan karena se napan ini masih akan jadi andalan untuk konflik masa depan.
Para pejuang Mujahidin dari Distrik Achin, Afghanistan, tengah berkumpul dengan AK-47 di tangan. Bersama pasukan koalisi, mereka tengah merencanakan untuk melawan Taliban (atas).
Bagi Angkatan Bersenjata AS, pertempuran Mogadishu dan Baghdad adalah indikator betapa perang masa depan masih akan di­warnai pertempuran – pertempuran asimetrik Pertempuran asimetrik adalah pertempuran antara dua kekuatan yang berbeda dengan persenjataan berbeda, dan dengan doktrin yang berbeda pula. Dalam pertempuran jenis ini, kemenan­gan belum tentu berpihak pada kekuatan dengan persenjataan yang lebih hebat Kekuatan yang lebih kecil bisa memberi pukulan telak karena cenderung mengenal medan dan berani melancarkan taktik perang gerilya.
Tentara Uni Soviet di Afghanistan. Mereka menggunakan AK-74.
Namun demikian, apa yang dipikirkan AB AS ternyata tak selalu sejalan dengan apa yang dipikirkan pars politisi. Larry Kahaner, wartawan Business Week yang kini terkenal namanya lewat buku AK-47: The Weapon that Changed the Face of War (2008) menegaskan hal itu. Katanya, me-ski berbagai konflik di dunia telah menguatkan kenyataan bahwa jumlah AK telah menggunung dan telah merembes ke berbagai negara dunia ketiga, kaum politisi di berbagai negara maju tetap sulit memahami, bahwa ada kekuatan tersembunyi di balik senjata seder­hana macam AK. Terlebih jika se­napan ini ada di tangan sekawanan pasukan yang brutal.
Lebih jauh Kahaner mengung­kap, sayangnya, kaum politisi me­mang kerap memandang remeh daya rusak senapan yang satu ini. Padahal, jika mereka mau melihat keadaan sebenarnya di berbagai daerah konflik Afrika, Asia, dan Amerika Selatan, senapan ini telah merusak segalanya. Tiap tahun, katakan saja begitu, peluru AK telah mencabut nyawa seperempat juta orang dan bilcin menderita keluarga yang ditinggalkan.
Sebagian korban adalah milisi anggota kelompok perlawanan. Ironisnya, kematian yang mereka hadapi hanyalah kesia-siaan karena mereka tak pernah benar­benar mendapat imbalan yang telah dijanjikan. Sudah menjadi pemakluman tersendiri bahwa milisi yang tewas di medan per­tikaian seperti di Somalia, Sudan, Sierra Leone, Jalur Gaza, Afghani­stan, serta Nikaragua, Kolumbia, Peru, dan negara-negara Amerika Selatan lainnya, hanyalah korban dari kesewenangan pimpinannya Hanya pimpinan kelompoklah yang sesungguhnya mendapat untung.
UNICEF juga punya penila­ian serupa. Kematian jutaan anak akibat small-arm benar-benar bikin miris. Menurut mereka, sejak 1990, lebih dari dua juta anak terbunuh, enam juta lainnya mengalami cidera serius, dan lebih dari 22 juta telah kehilangan tempat tinggal. Selain disebabkan oleh penyalahgunaan small-arm, bencana juga ditimbulkan oleh pe­makaian light weapon. (Carol Bellamy, Direktur Eksekutif UNICEF, dalam pamflet No Gun Please: We Are Children, 2001).
“Tiap tahun paling tidak ratusan ribu orang meninggal sia­sia akibat senjata-senjata ini dan jutaan lainnya terluka,” tambah Bellany. UNICEF tak hanya menuduh AK. Small arm menurut batasan mereka, adalah segala jenis senjata api yang pemakaiannya dirancang untuk perorangan. Masuk dalam kategori ini adalah pistol, senapan serbu, sub-machine gun, carbine, dan senapan mesin ringan. Semen­tara untuk kategori light weapon, mereka menyebut: senapan mesin berat, kanon dan rudal anti pesawat portabel, mortir, roket dan rudal antitank. Light weapon dioperasikan oleh lebih dari satu orang.
Bertahun-tahun Unicef melancarkan kecaman terhadap pihak-pihak di berbagai negara dunia ketiga yang menyalahgunakan small-arm. Penyalahgunaan small-arm dinilai telah mengakibatkan jutaan orang dan anak-anak terbunuh sia-sia, dan menciptakan penderitaan yang tak berkesudahan.
Bagaimana AK bisa men­gakibatkan semua itu terjadi, tak seorang pun bisa menjawab dalam satu jawaban. Bahkan sang pencipta sekalipun, yakni Mikhail Timofeevich Kalashnikov, hanya bisa angkat bahu. Ia menampik semua penilaian buruk itu dengan menyatakan bahwa dirinya hanya sekadar merancang dan membuat. Senjata ini dianggapnya telah ber­jalan dan menentukan nasibnya sendiri Inilah yang kemudian menjadi kisah yang tak berkesu­dahan (never ending story) dari sang senapan. Talc seorang pun bisa mengekang bahwa senjata rancangan zaman Perang Dunia II ini masih akan bertahan hingga perang masa depan.
Kepada Joel Roberts, wartawan CBSNews, Kalashnikov men­egaskan dirinya hanya sekadar pencipta. Bahwa, ciptaannya itu kini menjadi mesin pembunuh paling dahsyat, is bukan lagi um­sannya. “Saya akan tetap merasa tak bersalah, dan akan tetap bisa tidur nyenyak. Sebab, saya mer­ancang senjata ini murni untuk mempertahankan negeri saya dari serangan Jerman,” ujarnya.
“Semua tuduhan itu seharusnya bukan untuk saya. Percayalah, saya bahkan tak menerima secuil pun royalti darinya. Kesalahan ada pada para politisi yang pintar memutar­balikkan fakta dan menarik keun­tungan dari semua pertikaian yang mereka ciptakan,” tambah mantan supir tank AD Rusia yang kini masih hidup dalam usia 91 tahun.
Perang Dunia II sendiri tak serta-merta mencuatkan profil AK. Senapan ini masih meniti perjalanannya dan menjalani sejumlah penyermpurnaan. Nama AK baru benar-benar bersinar setelah menjadi lawan tanding M­14 dan M-16 dalam kancah Perang Vietnam. Dalam perang inilah AK 47 terbukti battle proven. Banyak prajurit AS bahkan mengaku lebih menyukai AK ketimbang M-16 yang katanya kerap macet dan mengalami kerusakan. AK 47 yang waktu itu menjadi andalan tentara Vietnam Utara dan Vietkong, diakui superior dan tepat untuk pertempuran jarak pendek. Bagi para GI, justru senapan seperti ini­lah yang mereka perlukan dalam pertempuran di Vietnam.
Namun, kala itu nama AK belum sepenuhnya mendunia. Namanya baru benar-benar mend­unia setelah tentara Uni Soviet menenteng senapan ini masuk ke Afghanistan pada 1979. Dalam upaya menguasai negeri yang me­narik perhatian karena cadangan gas dan opium kulaitas tingginya itu, Uni Soviet membawa AK dari jenis baru, yakni AK 74. Diband­ing AK 47, peluru AK 74 jauh lebih mematikan. Ukuran kalibernya lebih kecil. Jika AK 47 standar menggunakan peluru kaliber 7,62 mm, AK 74 menggunakan peluru 5,45 x 39 mm.
Akan tetapi, bukan ukuran yang membuatnya mematikan. Yang membuatnya mematikan adalah kecepatannya yang jauh lebih tinggi serta konstruksi proyektilnya yang mudah hancur ketika menembus tubuh. Itu karena kulit proyektilnya yang sangat tipis sementara di dalamnya berongga. Ketika proyektil masuk ke dalam tubuh, proyektil akan segera pecah menjadi butiran-butiran kecil dan menyebar. Hal ini lah yang akan mengakibatkan luka lebih lebar dari biasanya dan sulit ditangani.
Selama bertahun-tahun, peluru AK 74 menghantui para Mujahi­din yang menjadi seteru tentara Uni Soviet. Setiap kali mereka menyerbu desa-desa, senapan yang diberondongkan tentara Soviet itu pasti menelan banyak korban. Talc sedikit rumah sakit yang menyerah menangani luka akibat tembakan senapan ini. Sedemikian frustas­inya para Mujahidin menghadapi senapan tersebut, mereka lalu menyebut peluru AK 74 sebagai peluru beracun.
AK 47 di tangan anak-anak dan wanita. Kemudahan dalam menggunakannya membuat senapan ini menjadi andalan tentara anak-anak di Afrika dan Amerika Selatan. Unicef menentang habisan-habisan organisasi perlawanan yang telah melibatkan anak-anak sebagai satuan pembunuh. Di Iran, Irak, dan Pakistan.
Jangankan para Mujahidin, in­telijen Barat pun mengaku jeri dan harus bekerja keras untuk meng­etahui secara persis jenis senapan tersebut. Informasi cukup lengkap baru muncul setelah koresponden majalah Soldier of Fortune membe­berkannya pada majalah ini sekitar tahun 1980. Dari semua data yang mereka peroleh, intelijen Barat barulah menyadari bahwa peluru yang amat ditakuti itu rupanya berasal dari AK tipe baru, yakni AK 74. Senapan ini adalah hasil penyempurnaan AK 47.
Wanita bahkan juga "menyukai" senapan ini.
Prakarsa untuk memperkecil kaliber peluru rupanya datang dari TsNIITochmash, sebuah kelom­pok enjinir persenjataan di Uni Soviet. Mereka mengerjakannya pada dasawarsa 1960-an setelah mengikuti rekam jejak peluru 5,56 mm M-16. Namun oleh karena ketidaksempurnaan mekanis sena­pan, peluru tersebut ditinggalkan Oleh kelompok enjinir lain, peluru itu diambil kembali lalu dijadikan standar cartridge untuk AK 74.
Bukan rahasia lagi, jika intelijen Barat – khususnya CIA – kerap keluar masuk Afghanistan. Mereka ini adalah kepanjangan tangan pemerintahan masing-masing yang pada kenyataannya juga punya banyak kepentingan di negeri ini. AS, misalnya, diketahui kerap memberikan bantuan uang dan senjata untuk para Mujahidin karena sama-sama punya perha­tian besar pada gas, minyak, dan opium Afghanistan. Kemunculan AK 47 di medan pertempuran nyatanya cukup bikin repot CIA, karena dengan sendirinya para Mujahidin berharap AS memberi dukungan senjata yang sekelas. Senapan kir­iman pertama mereka, yakni .303 Lee Enfield dianggap tak memadai karena single shot dan bolt action. Terlalu riskan untuk menandingi AK 74 yang bisa memuntahkan 650 peluru dalam semenit. Kunci satu-satunya untuk menandingi senapan ini adalah senapan serbu sejenis. Selain dibuat di dalam neg­eri (Uni Soviet), AK 74 juga dibuat di China, Bulgaria, Jerman Timur dan Romania. CIA pun memburu senapan ini.
Disukai Pemasok Senjata
Ternyata tak sulit untuk men­dapatkan AK di pasaran umum. Kuncinya hanya satu, yakni uang dan mau mendekati pemasok sen­jata Dalam sekejap, Howard Hart, Kepala Kantor CIA di Pakistan, pun berhasil memesan ratusan ribu AK. Bukan AK 74, tapi AK 47. Senjata ini tidak didatangkan dari Soviet, tapi dari China dan Polandia. Mesir dan Turki juga ketahuan ikut memasok.
AK-47 & Bayonet
Presiden AS Ronald Reagan menggelontorkan uang hingga 200 juta dollar, sementara keluarga Raja Arab Saudia bersedia melipatgandakannya menjadi 400 juta dollar. Uang itu lah yang dibe­lanjakan CIA untuk membantu persenjataan Mujahidin. Sejumlah sumber mengatakan, pasokan senjata yang dikelola CIA untuk wilayah Afghanistan pada 1988 itu dikenal sebagai yang ter­besar sejak Perang Vietnam. Dinas Intelijen AS ini total menyalurkan dana (yang diterima dari berbagai donatur) hingga dua miliar dollar. Senjata biasanya di-drop terlebih dulu ke Islamabad atau Karachi. Dari situ senjata kemudian dipecah ke dua kota, yakni Quetta dan Peshawar, sebelum akhirnya dikirim ke Afghanistan.
Akibat dari perkembangan ini, para pemasok senjata pun kerap berkeliaran di Islamabad, Karachi, serta beberapa kota lain, dan menjadikan kota-kota itu sebagai pusat perdagangan senjata di Asia. Perkembangan ini membuat Pakistan tak hanya disinggahi para Mujahidin. Para penjahat, geng­geng kriminal, pedagang obat bius, dan tokoh-tokoh masyarakat yang ingin ikut menikmati kekayaan alam Afghanistan pun tak ayal juga kepincut untuk melawat. Otoritas setempat tak pernah benar-benar melarang mereka, karena para pe­masok senjata tahu benar apa yang harus diberikan kepada oknum Dinas Intelijen Pakistan.
Alhasil, tak perlu menunggu waktu lama untuk membuat AK populer di Pakistan, Afghanistan dan negara-negara di sekitarnya. Hanya dalam beberapa tahun, koran Los Angeles Times bahkan sudah menggambarkan Pakistan bak Wild West julukan untuk Amerika di masa koboi. “Jika Anda ingin Kalashnikov, datang saja ke Hyderabad. Di sana ada sekitar 8.000 AK, dan Anda bisa dapatkan dengan harga 15.000 rupee atau sekitar 850 dollar. Jika uang tidak cukup, beri saja panjer 5.000 rupee. Gunakan untuk mer­ampok bank, lalu bayar sisanya dengan uang hasil rampokan,” begitu gurauan yang ditulis LAT.
“Di Peshawar, Anda bahkan bisa menyewa AK jam-jaman kepada warga setempat,” tulis kritikus yang lain, menggambar­kan Pakistan yang telah berubah menjadi salah satu kota terpanas di dunia.
Di luar Asia sebenarnya ada kota-kota lain yang juga disukai para pemasok senjata. Kota-kota itu ada di Liberia, Burkina Faso, Guinea, dan Pantai Gading di Afrika. Mereka juga menyukai beberapa tempat seperti Lebanon, Israel, Panama, Nicaragua dan Co­lombia. Negara-negara ini disukai oleh karena potensi konflik yang memang begitu tinggi. Namun demikian, di antara negara-negara itu, banyak pihak menyatakan, tak ada yang hampir menyamai Pakistan kecuali Nicaragua.
Nicaragua, pada dasawarsa 1980-an, juga merupakan surga lain bagi para pemasok senjata. Di negara ini puluhan ribu AK digu­nakan dan mengalir ke negara­negara lain di Amerika Selatan. Lewat cara-cara yang unik, yang mana di dalamnya CIA juga terli­bat, senapan juga dikirim ke Peru, El Salvador, Panama, Honduras, dan Venezuela. Jika disimak lebih lanjut, ada beberapa kesamaan yang membuat AK mengalir deras ke Amerika Selatan. Kesamaan itu adalah stabilitas pemerintahan yang rapuh dan maraknya perda­gangan obat bius.
Nicaragua sendiri tak banyak berperan dalam perdagangan obat bius. Namun, karena posisinya yang sangat strategis, yakni ada di tengah-tengah negara penghasil kokain, negeri ini enak dijadikan pijakan bagi para pemasok senjata. Terlebih karena CIA pernah mem­berikan bantuan senjata dalam jumlah besar bagi para pejuang Contra – organisasi perlawa­nanan yang berseberangan dengan pemerintahan Sandinista yang berkuasa saat itu.
Kisah keterlibatan CIA di Nicaragua sendiri mencuri per­hatian dunia setelah Kongres AS dan Komisi Tower menyingkap Skandal Iran-Contra pada 1986. Dalam skandal yang dikendalikan Letkol Oliver L. North dari Dewan Keamanan Nasional itu, AS men­jual senjata antitank kepada Iran, sementara keuntungan dari hasil penjualan dibelikan senjata ringan (sebagian besar adalah AK) untuk mendukung perjuangan Contra. Kasus ini dinyatakan sebagai skandal karena proses penjualan senjata kepada Iran telah mencid­erai seruan embargo yang dinya­takan sendiri oleh Pemerintah AS, dan Presiden Ronald Reagan akhirnya mengaku mengetahui dan menyetujui transaksi ini.
Misi rahasia dukungan persenjataan kepada Contra mulai tercium setelah tentara Nicaragua menembak jatuh pesawat asing ketika melintas di atas kota San Carlos pada 1986. Pesawat kargo C-123 warna kamuflase Vietnam ini ternyata bermuatan AK, 100.000 amunisi, RPG dan logistik. Dua awaknya tewas, sementara se­orang lagi, yakni Eugene Hasenfus, selamat. Lewat interogasi, Hasen­fus akhirnya mengaku bahwa barang-barang itu adalah kiriman CIA untuk Contra.
Skandal makin terbuka setelah majalah Ash Shiraa terbitan Lebanon, edisi November 1986, mengungkap pertemuan rahasia………

Varian AK-47

  • AK-47 — Versi pertama dengan popor kayu, kaliber 7,62mm. Dibuat pada 1947, 1948, 1949. Model pertama ditandai dengan penggunaan receiver yang dibentuk dengan teknik stamped atau cetak. Beratnya lebih ringan, dengan beberapa rivet sebagai pengikat. Karena dicetak, receiver jenis ini punya potensi melintir (twist).

  • AK-47 buatan 1952 — Receiver dibuat dengan teknik gerus (milled) dengan milling machine. Buatan relatif lebih halus, tanpa rivet, namun lebih berat. Laras dan ruang tembak sudah dilapis chrome untuk mencegah karat. Berat 4,2 kg.

  • AKS-47 — Ditandai dengan penggunaan popor metal lipat yang bisa ditekuk ke bawah, untuk menyiasati ruang sempit. Biasa digunakan anggota linud dan infantri yang berkendaraan BMP.
  • RPK —Versi senapan otomatis dengan laras lebih panjang dan penyangga bipod.
  • AKM —Versi AK-47 yang telah dimoderenisasi tim perancang Mikhail Kalashnikov di pabrik Izhmash. Profil lebih lebih simpel dan lebih ringan, meski receiver kembali dibuat dengan teknik stamped. Popor kayu diganti plywood yang lebih kuat. Versi ini berhasil memenangkan kompetisi pengembangan senapan ringan yang diselenggarakan Dephan, Rusia, 1959.
  • AKMN— Versi yang telah dipermoderen dengan penambahan alat bantu bidik malam NSP-2. Diperkenalkan 1959.
  • AKMS — Versi yang telah dipermoderen dengan popor lipat, desain khusus untuk pasukan payung.
  • RPK — Versi senapan mesin dengan bobot ringan. Bentuk modifikasi Bari AKM. Kaliber tetap 7,62mm. Laras lebih panjang, popor bentuk khusus, dengan kapasitas magasen lebih banyak. Diperkenalkan pada 1959.
  • RPKS— RPK dengan popor lipat.
  • PKT— Versi senapan mesin untuk tank. Kaliber tetap 7,62mm. Bisa dikendalikan dengan remote control. Laras dengan jenis metal lebih kuat untuk menjamin tembakan kontinus hingga 250 peluru. Diperkenalkan pada 1962.
  • PKN — Versi dengan alat bantu bidik NSP-3 (1PN28).
  • PKM — Versi AK yang telah dipercanggih dan bobot lebih ringan. Versi ini bahkan tercatat sebagai senapan mesin paling ringan di dunia, di kelasnya. Diperkenealkan 1969.
  • PKMN — PKM dengan alat bantu bidik NSP-3. Kaliber tetap

AK-47 Dibuat di 16 Negara

AK-47 Dibuat di 16 Negara



Tingginya permintaan alas AK-47, membuat pabrik Izhevsk di Uni Soviet (kini Rusia) kewalahan. Alas prakarsa pemerintah, lisensi senapan ini kemudian disebar ke berbagai negara.
Selain di Rusia, senapan ini selanjutnya juga dibuat di China, Korea Selatan, India, Finlandia, Polandia, Jerman, Cekoslovakia, Hungaria, Slovenia. Bulgaria, Romania, Israel, Mesir. Turki dan Afrika Selatan. Di antara negara-negara pembuat itu, hanya China,

Spesifikasi AK-47
Slovenia dan Turki yang sadar memberi royalti.
Namun royalti, yang jumlah totalnya mencapai 1 juta dollar itu masuk ke kantung pemerintah Rusia.
Mikhail Kalashnikov mengaku tak mendapat barang se-dollar saja. (adr)

YONTAIFIB

taifib_patch.jpg
Batalyon Intai Amfibi
     Yontaifib adalah satuan elite dalam Korps Marinir, seperti halnya Kopassus dalam jajaran TNI-AD. Di masa lalu satuan ini dikenal dengan nama Kipam (Komando Intai Para Amfibi).
     Bagi prajurit marinir biasa, bila ingin memperoleh kualifikasi (brevet) intai amfibi, tentu harus lolos seleksi lebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan mengikuti program latihan tambahan selama sembilan bulan, yang kurikulumnya jauh lebih berat. Brevet intai amfibi kira-kira sama kelasnya dengan brevet Komando dalam Kopassus.
     Untuk menjadi anggota Yontaifib, calon diseleksi dari prajurit marinir yang memenuhi persyaratan mental, fisik, kesehatan, dan telah berdinas aktif minimal dua tahun. Bukti beratnya memperoleh kualifikasi intai amfibi, bisa dilihat dari pengalaman selama ini, bahwa tingkat keberhasilan calon anggota memperoleh brevet intai amfibi hanyalah sepuluh persen. Artinya, dari 500 siswa yang mengikuti pelatihan, paling hanya sekitar 50 siswa yang lulus, dan berhak memperoleh brevet intai amfibi.
     Salah satu program latihan yang mendebarkan bagi siswa pendidikan intai amfibi, adalah berenang dalam kondisi tangan dan kaki terikat, sejauh 3 km. Karena kedua tangan dan kaki terikat, maka cara berenangnya mengikuti gaya lumba-lumba. Renang gaya lumba-lumba ini sebagai antisipasi, bila suatu saat anggota ditawan musuh.
     Kemampuan renang gaya lumba-lumba dapat digunakan sebagai salah satu cara meloloskan diri. Ide pelatihan ini berasal dari pengalaman pasukan elite Amerika (SEAL), yang ditawan pihak lawan saat Perang Vietnam dulu, namun tetap bisa meloloskan diri, dengan berenang dalam kondisi tangan dan kaki terikat.
kostrad_beachlanding1.jpg
Taifib troops in a reconnaissance operation from sea.
marinirrecon1.jpg
Taifib troops in reconnaissance exercise.
kipam_intai.jpg
Taifib troops in exercise.

Group 1 Kopassus


8 Votes


Majalah Commando, Volume II, No.1 Juli-Agustus 2005
Gabungan kualifikasi paratroop dan commando dalam diri seorang prajurit. Itulah konsep dasar seorang prajurit Kopassus. Ditambah spesialisasi lainnya, ia menjelma sebagai prajurit individu yang lethal, mematikan.
Jujur saja, aura satuan tempur satu ini benarbenar kuat. Ketika COMMANDO barn melewati gapura Ksatriaan Gatot Subroto di depan markas, aroma tempur itu langsung terasa. Entah dari mana datangnya, desiran itu menyeruak di batin dan membuat bulu roma berdiri. Kontak batin itu seperti membimbing kami untuk bertekad menyibak rahasia dibalik kebesaran nama Grup I Komando Pasukan Khusus (Kopassus) ini.


Profil prajurit Grup 1 Kopassus, sebagai prajurit komando, prajurit individu yang mematikan. Kualifikasi komando tercermin dari pola operasi dalam regu-regu kecil.
Untuk level TNI, Kopassus memang satuan yang sangat terpandang. Secara terpisah, sejumlah personel satuan elit TNI lainnva mengakui bahwa Kopassus pantas menvandang sebutan itu. Baik karena sejarah pembentukannya yang panjang, puluhan operasi yang dijalankan, keberhasilan yang diraih serta kepercayaan dari pimpinan TNI terhadap mereka.
Dalam psikologi militer, pilihan karir menjadi pasukan khusus bukanlah keputusan yang main-main. Setiap prajurit mesti sadar “sesadar-sadarnya” akan pilihan yang ia buat. Karena ketegangan yang dialami seorang pasukan khusus sudah terasa langsung saat keputusan ia ambit. Mengingat porsi penugasan yang ketat itu pula, semboyansemboyan “Kalau Anda Ragu Lebih Baik Kembali”, bukanlah isapan jempol belaka.
Sebagai satuan tempur berkualifikasi para dan komando (parako), Grup 1 Kopassus merupakan operator utama pertempuran konvensional maupun nonkonvensional. Terutama prinsip-prinsip unconventional warfare, sudah jadi menu utama prajurit begitu memasuki Pusdik Passus (Pusat Pendidikan Pasukan Khusus) di Batujajar, Jawa Barat. Nyaris semua materi pendidikan terfokus kepada pembentukan prajurit individu. Ujung dari pendidikan tujuh bulan itu adalah empat tugas pokok Parako: raid, perebutan cepat, penyekatan dan patroli jarak jauh.
Selain sadar dengan bentuk tugas, setiap prajurit Grup I juga amat mengerti resiko yang bakal dihadapi. Pola operasi yang tidak lazim, bergerak dalam tim-tim kecil berkekuatan 10 orang serta lebih banyak mengendap di kegelapan malam, memang bukanlah sebuah operasi yang mudah. Tak jarang pula kemenangan hams ditebus dengan menyabung nyawa demi loyalitas terhadap sesama.
Sudahlah dalam jumlah kecil, dari segi persenjataan juga terbatas. Hanya senapan serbu SS1 (satu orang dengan peluncur granat M203 kaliber 40 milimeter) dan dua pilihan senapan mesin: Ultimax 100 dan Minimi, keduanya kaliber 5,56 milimeter. “Kopassus beroperasi dalam misi khusus dengan kerahasiaan tinggi, terlalu banyak senjata malah merepotkan, tidak efektif untuk alam Indonesia yang berhutan,” jelas seorang prajurit.
Pengintaian jarak jauh (long range reconnaissance) adalah jenis operasi yang berbahaya. Banyak sisi pada operasi macam ini bisa jadi buah simalakama. Lamanya waktu pengintaian tidak hanya menyita tenaga tapi juga mental. Kadang resiko bisa jadi sangat tidak terbayangkan. Kita masih ingat ketika 11 Green Berets menghilang saat melakukan misi pengintaian dan sabotase di Irak, 11 Maret 1991. Bebalnya para jenderal di Pentagon kala itu, tidak memasukkan nama-nama mereka dalam daftar MIA (missing in action). Bahkan mendiskusikan nasib mereka pun, lidah mereka kelu.
Sebagai sebuah satuan tempur setingkat brigade, Grup I yang dipelopori Mayor Inf. L.B. Moerdani tentu tidak mau bertindak konyol. Untuk itulah perencanaan, penguasaan medan, keakuratan data, kesiapan fisik, mental dan amunisi hams diperhitungkan matang. Dalam kondisi terparah, tak jarang pula mereka mengejar musuh dengan kesiapan serba terbatas. Disinilah peran perwira atau bintara senior. Baik dalam menyiapkan atau memberikan keyakinan kepada anggotanya.
Yang makin meneguhkan Grup I sebagai brigade pasukan khusus, adalah sarana dan prasarana markas yang teramat lengkap. Mulai dari sarana perkantoran, latihan, sosial dan rekreasi, tersedia dan terawat rapi di komplek seluas 234 hektar itu. Penting dicatat, semua berada di dalam markas bukan di area publik. Walau masih jauh dari ideal, mengingatkan kepada konsep Fort di AD Amerika Serikat. Di Indonesia, katanya Grup I jadi percontohan. Dimana fasilitas militer tidak berbaur dengan kehidupan sipil.
Eka Wastu Baladika (Wadah Pertama Bagi Prajurit Pilihan), kiranya tidaklah berlebihan semboyan itu dipilih oleh Grup I.

Indonesia Special Forces

Edisi Koleksi Angkasa XIX
Edisi Koleksi Angkasa XIX
Laiknya pasukan elit dunia, kerahasiaan begitu kental menyelubungi pasukan khusus Indonesia. Tak banyak yang tahu soal kemampuan, persenjataan, misi, serta pergerakannya. Maka, selain keberadaannya kerap digambarkan bak siluman, sepak­terjangnya pun tak jarang berlumur isu tak sedap.
Namun, bukan Angkasa jika tak mampu menyusun klip terhangat seputar jati diri mereka. Dikemas apik dengan seratus lebih foto eksklusif, edisi koleksi ini adalah kompilasi komplit pasukan elit di Indonesia. Lewat buku ini Anda kami bawa menelusuri kemampuan dahsyat mereka di bidang intelijen, demolisi, pertempuran jarak dekat, dan sandi yudha.
Edisi Koleksi Indonesian Special Forces memuat bagian spektakuler dari Sat 81 Gultor, Raider. Tontaipur, Denjaka, Kopaska, Taifib Marinir, Den Bravo 90, Gegana, dan Den 88 PoIri. Juga kisah-kisah operasi mereka yang dilakukan penuh cucuran keringat dan darah. Buku ini adalah terbitan langka. Jadi cepatlah beli, sebelum kehabisan.
Pasukan Khusus Indonesia
Pasukan Khusus Indonesia

kopasus

“Kemenangan pasukan terletak pada pasukan elit, keberaniannya terletak pada komando, kecakapannya terletak pada penyusunan dan semangat,…. dan tindakan yang merugikan orang lain terletak pada pertempurannya yang diulang-ulang”
— Sun Tzu II dalam The Lost Art of War (1996, terjemahan Indonesia) —
Artinya adalah, sehebat apapun sebuah pasukan kalau terusmenerus harus berada di medan perang yang sama, pastilah akan mengalami kerugian. Menurut Sun Tzu II, kalaupun menang tentulah ditebus dengan kerugian yang amat perih. Kuncinya adalah, para jenderal yang mengirim serdadu ke medan perang haruslah memperhitungkan kelelahan fisik dan mental yang akan melanda pasukan. Mencapai batas maksimum ketahanan manusia, itulah yang ingin dikejar di depo-depo pendidikan prajurit komando. Prajurit ditempa dengan sangat ganas sampai ia merasakan kesakitan yang tidak pernah terbayangkan olehnya. Ada pihak menyebutnya tidak manusiawi.
Tapi apakah perlakuan yang akan diterima seandainya ia tertangkap musuh akan lebih manusiawi? Tidak hanya dilatih menghadapi siksaan musuh, juga menghadapi pertempuran lama dan melelahkan seperti yang dikhawatirkan Sun Tzu II. Kopassus saat ini memiliki dua grup tempur berseragam (Parako): Grup 1 di Jakarta dan Grup 2 di Kartosuro, Solo. Sam lagi disebut Grup 3 Sandi Yudha yang tak lain blue jins soldiers serta makin lengkap dengan Satuan 81 Penanggulangan Teror. Setingkat dengan keempat unit adalah Pusat Pendidikan Kopassus di Batujajar. Kelima satuan ini dipimpin perwira berpangkat kolonel.
Keterpampilan lempat pisau bukan urusan mudah. Dalam kondisi terdesak, keahlian ini bisa sangat berguna melumpuhkan musuh.
Grup 1 memiliki karakter keras, cepat dan militan. Karakter yang menjadi identitas satuan ini merupakan warisan dari senior pendahulu. Karakter itu terus dipertahankan dari generasi ke generasi hingga akhirnya menjadi trade mark satuan. Sebagai satuan tempur, Grup 1 sangat lah ideal. Semua anggota tinggal di komplek markas yang terawat dengan baik. Fasilitas latihan sangat memadai. Mulai dari dari halang rintang, hutan, kolam renang, menara, lapangan tembak 600 dan 300 meter, lapangan tembak pistol serta sebuah lapangan tembak bulat 15 meter. Lapangan ini digunakan untuk mengasah kemampuan tembak reaksi. Ketika COMMANDO melakukan peliputan, fasilitas CQB (close quarter battle) tengah dibenahi. Untuk menjawab kebutuhan gerak cepat, tersedia tiga heli pad. Lalu jika ditelusuri track yang mengitari markas di samping pagar pembatas, panjangnya 5,5 kilometer. Jalanan ini biasa digunakan untuk jogging tiap senin dan tanggal 17.
Demo beladiri wushu Grup 1 saat HUT Kopassus 2005
Syarat ketat
Ada beberapa tahapan yang mesti dilalui bagi warga negara Republik Indonesia untuk menjadi prajurit Kopassus. Secara umum harus lulus pendidikan pembentukan sesuai tingkatan. Mulai dari Secata (Sekolah Calon Tamtama), Secaba (Sekolah Calon Bintara), Sepa PK (Sekolah Pembentukan Prajurit Karir) dan Akademi Militer. Setelah lobos dari saringan penerimaan, mereka melanjutkan ke tahap pendidikan kecabangan, pendidikan para dasar, latihan komando selama tujuh bulan yang berakhir dengan pembaretan di Nusakambangan. Setelah di satuan akan ditambahkan dengan materi spesialisasi dasar.
Bagi yang melewati pintu masuk dari Sepa PK dan Akademi Militer, pendidikan para dan komando baru dilakukan setelah dilantik sebagai perwira. Pendidikan komando bertujuan untuk mendidik dan mengembangkan kemampuan prajurit Kopassus sehingga mampu baik secara individu dan kelompok melaksanakan operasi komando.


Dalam proses rekrutmen, Kopassus menerapkan standar di atas rata-rata. Dari postur tubuh saja, minimal 168 sentimeter. Bahkan era Prabowo Subijanto pernah mencapai 170 sentimeter. Penerapan standar tinggi ini tentu dengan maksud untuk mendapatkan sosok prajurit yang tangguh dan berwibawa. Dari semua tahapan pendidikan di atas, materi komando diakui paling berat. Namun justru dari sinilah awalnya pembentukan prajurit individu seperti yang dibutuhkan Kopassus sebagai komando tempur. Kenyataannya walau seberat apapun, toh generasi muda tetap berduyun-duyun mengikuti seleksi penerimaan anggota Kopassus. Ada kebanggaan memang ketika baret merah melekat di kepala.
Membaca jejak musuh. Dengan keahliannya. Parako bisa menduga kapan posisi itu ditinggal musuh.
Adalah Mayor Inf Sarwo Edhi Wibowo yang banyak membawa angin perubahan dalam pendidikan komando. Komandan ke 4 ini menata materi pendidikan lebih sistematis dan terarah sesuai kebutuhan. Termasuk mencari daerah latihan Akhir dari penyempurnaan adalah ditetapkannya tahapan pendidikan komando: Tahap Basis, Gunung dan Hutan serta Tahap Pendaratan Laut.
Kecepatan reaksi tidak hanya harus mampuni di medan lapang. Kadang di sela semak belukar, prajurit Parako harus bisa bergerak cepat dengan senjata mengarah kedepan untuk mengejar musuh yang lari. ketika sesi foto ini dibuat, fotograper COMMANDO sempat kelabakan mengikuti gerak pasukan yang terlalu cepat. Mengejar komposisi pas, kecepatan dan posisi pasukan, itulah susahnya.
Waktu pendidikan ditetapkan selama 20 minggu. Periode pelatihan dibagi atas Latihan Dasar Komando (10 minggu), Gunung dan Hutan (enam minggu) dan Pendaratan Laut (empat minggu). Dalam ketiga tahapan ini, siswa komando menerima 63 materi pelajaran seperti teknik tempur, baca peta, pionir, patroli, survival, naik gunung serta pendaratan dengan kapal motor dan pendaratan amfibi. Pada masa setelah itu, waktu pendidikan mengalami peningkatan menjadi 22 minggu.

Malah karena kebutuhan organisasi dan lapangan yang terns meningkat, tahun 1991 waktu pendidikan menjadi 28 minggu. Para petinggi di Mako Kopassus terus berupaya mengupgrade kemampuan dan keterampilan prajurit. Maka diciptakanlan 28 jenis pendidikan dan kursus untuk mempertajam kemampuan. Mulai dari pendidikan sandi yudha, kursus pelatih komando, kursus pelatih sandi yudha, kursus pelatih para, kursus pelatih free fall, kursus jump master dan kursus pandu udara (path finder).
Hingga pertengahan 1990-an, Kopassus akhirnya mencapai pertumbuhan terbesarnya. Dari tiga grup dikembangkan menjadi lima grup. Kebutuhan personel meningkat dengan cepat. Ujungujungnya yang kelimpungan adalah Pusdik Passus. Untuk mengakalinya, akhirnya gelombang pendidikan yang sebelumnya sekali setahun dijadikan dua kali. Dan untuk memberikan jeda refreshing kepada Pusdik, waktu pendidikan dikurangi menjadi 20 minggu dengan tidak mengurangi materi. Artinya terjadi pemadatan materi. Dalam crash program ini calon prajurit diambilkan dan sejumlah Kodam serta werving internal di setiap grup Setelah kebutuhan terpenuhi, pendidikan komando kembali menjadi 28 minggu setahun sekali.
Paket ini masih dipertahankan hingga hari ini. Pendidikan komando diakhiri di Nusakambangan. Sebelum acara pembaretan, selalu diadakan demo penutup dari siswa komando yang disaksikan para undangan dan keluarga siswa. Kopassus menyebut demo saat matahari terbit ini dengan Seruko (Serangan Regu Komando). Setelah menyelesaikan pendidikan komando dan para dasar serta berhak menyandang brevet komando dan baret merah, saatnya berdinas pun dimulai.
Prajurit-prajurit barn itu disebar di Grup 1 dan 2. Di Grup, pada tahap awal mereka akan melaksanakan orientasi untuk mendapatkan gambaran tugas, nilainilai dan tradisi satuan barunya. Baru setelah itu dibawah pembinaan Grup, mereka menerima beberapa materi latihan. Baik untuk meningkatkan kemampuan, setidaknya memelihara kualifikasi yang sudah diperoleh. Tuntutan selama di Grup adalah setiap prajurit minimal hams mengikuti saw kali tugas operasi. Tuntutan ini adalah syarat mutlak apabila salah sam dari mereka dipromosikan ke Sat 81 atau Grup 3.
Pada masa menunggu sebelum tugas operasi turun, prajurit diberi pendidikan lanjutan. Yaitu pendidikan spesialisasi dan pendidikan khusus di Sekolah Pertempuran Khusus (Sepursus).
Sepursus diselenggarakan di Pusdik Passus, Batujajar. Kemampuan yang akan dikuasai ini sangat menunjang dalam operasi komando. Karena beroperasi dalam tim-tim kecil dengan menerapkan teknik-teknik unconventional warfare, pertempuran yang dilakukan memang tidak keroyokkan. Perebutan, pengepungan, pencidukan, penyekatan atau penculikan tokoh musuh, adalah jenis pertempuran yang tidak sembarangan.
Meluncur dari tower, adalah kemampuan standar yang harus dimiliki. Kekuatan tangan dan bahu, jadi kunci.
Untuk itulah, materi-materi di Sepursus diarahkan kepada kebutuhan tugas. Meliputi PJD (Pertempuran Jarak Dekat), perang kota, gerilya lawan gerilya, selam militer dan antiteror. Selain Sepursus, prajurit juga diharuskan mengikuti pendidikan spesialisasi. Jika Sepursus difokuskan untuk level kelompok tempur, maka pendidikan spesialisasi adalah kecakapan individu untuk mendukung kelompok tempur. Kopassus menggunakan istilah regu untuk kelompok tempur terkecilnya yang berkekuatan 10 orang.
Sniper Accuracy International 7,62 milimeter. Pada kenyataannya, sniper ini jarang dibawa regu. Kelincahan gerak di hutan, jadi pertimbangan kenapa sniper ini jarang dibawa. Kecuali penugasan sangat khusus.
Pendidikan komando
Melelahkan dan meruntuhkan mental. Itulah kesimpulan akhir dan pendidikan komando. Ada yang kuat, setengah kuat dan yang gagal di tengah jalan. Penilaian akhir pendidikan komando dilakukan secara akumulatif dari puluhan materi yang diberikan. Dari penilaian itu akan terlihat kecenderungan, kelebihan dan kekurangan seorang prajurit. Peserta gagal biasanya karena sakit.

Standar selama pendidikan di atas rata-rata. Kalau nilai jasmani di satuan lain minimal 61, Kopassus menerapkan angka 70. Nilai yang sama untuk menembak. Yang berat juga dalam urusan jasmani adalah renang nonstop 2.000 meter dan renang ponco menyeberangi selat dari Cilacap ke Nusakambangan.
Unit PJD dengan kendaraan khusus Land Rover dilengkapi senapan berat CIS 12,7 milimeter
Setidaknya ada dua materi yang bikin bulu kuduk merinding dalam tahap Perang Hutan. Yaitu Pelolosan dan Kamp Tawanan Sebagian prajurit Kopassus yang ditanya soal dua materi ini hanya bisa tersenyum tipis sambil melirik COMMANDO. “Berat, berat sekali tapi harus dilalui apapun yang akan terjadi,” aku seorang prajurit Grup 1.

Pelolosan diawali dengan dilepasnya siswa satu demi satu di sebuah tempat di Nusakambangan. Dalam hitungan tertentu, is harus tiba di save house di pantai Permisan. “Kalau ditarik garis, itu dari ujung ke ujung pulau hingga berakhir di Permisan,” jelas Kapten Inf Agus Widodo, Perwira Seksi Intel Grup 1. Pelolosan dimulai pukul 7 pagi hingga paling lambat memasuki save house pukul 10 malam.
Setelah dilepas instruktur, siswa yang tidak dibekali apapun itu hams mampu menembus segala rintangan selama di perjalanan. Rintangan baik dari alam atau rekaan para instruktur. Rekaan instruktur bisa berupa tembakan atau dikejar sampai tertangkap. “Kami harus berupaya agar tidak tertangkap, karena tertangkap sama saja gagal melaksanakan tugas,” kata Agus. Apa jadinya kalau tertangkap? Bayangkan saja perang sungguhan ketika seorang tentara musuh tertangkap. Dimasukkan ke dalam tahanan lalu diinterogasi dan disiksa sampai buka mulut. Gebukan, tendangan, hantaman benda keras dan sejumlah siksaan lainnya yang mungkin tidak bisa disebutkan, hams diterima bagi yang tertangkap. Katanya sejumlah tentara asing mengakui bahwa materi ini tidak manusiawi. Menurut Kapten Agus, latihan ini membuat mereka betul-betul sadar ancaman yang bisa saja diterima dalam sebuah pertempuran.
Selesai Pelolosan, berikutnya sudah menunggu materi Kamp Tawanan Jika di Pelolosan hanya yang tertangkap merasakan siksaan sebagai tawanan, maka di Kamp Tawanan seluruh siswa merasakannya. Selama tiga hari tiga malam, siswa merasakan beratnya menjadi tawanan perang. Walau semua jenis siksaan fisik ini sudah ditentang lewat Konvensi Jenewa, namun siapa bisa menjamin tidak akan terjadi. Contoh paling aktual lihat saja penyiksaan tawanan Irak di Baghdad Correctional Facility yang dulunya Penjara Abu Ghraib oleh tentara Amerika Serikat tahun 2004.

Rudal Udara

Tracked and Destroyed

Edisi Koleksi Angkasa XXXIV
Edisi Koleksi Angkasa XXXIV
Sejak dikembangkan dan dicoba pada dasawarsa 1940-an, kehadiran rudal udara benar-benar memukau sekaligus menakutkan. Tak kurang dari armada Sekutu yang mengepung Jerman pada Perang Dunia II mengaku bergidik jika sudah mendengar kehadiran Fritz-X. Fritz-X tak lain adalah peluru kendali pertama yang sengaja diciptakan untuk memburu kapal-kapal perang Sekutu. Sejak itulah, angkatan bersenjata di berbagai negara menganggap perlu untuk memilikinya. la tak saja ampuh memburu kapal perang, tetapi juga mampu meluluhlantakan pesawat tempur dan kendaraan lapis baja.
Kepekaan dan derajad perusakannya masih senantiasa ditingkatkan. Kini, setelah 60 tahun berlalu, dunia penerbangan militer telah mengenal puluhan jenis rudal. Ada yang mengejar sasarannya berdasarkan sistem pencarian jejak pangs, gelap-terang profit sasaran. atau ada pula yang cukup dituntun satelit navigasi. Nama­nama yang kemudian berhasil menuai pamor. diantaranya adalah AGM-65 Maverick, AIM-9 Sidewinder, Kh­41 3M-80 Moskit(SS-N-22 Sunburn), AGM-88 HARM. dan AM.9 Exocet. Indonesia bahkan memiliki tiga di antaranya.
Buku RUDAL UDARA: Tracked and Destroyed ini mengurai lengkap dari A sampai Z rudal-rudal yang diluncurkan dari udara. Mulai dari sejarah pengembangannya sampai ke kisah-kisah peperangan yang diikutinya. Kegarangannya kadang memang tenggelam di batik keanggunan sebuah pesawat tempur. Tetapi tanpanya, pesawat militer sama saja dengan pesawat tak bergigi. Di dalam buku ini Anda juga bisa menyimak betap hebatnya diagram bagian dalam, tahapan peluncuran, dan cut-away rudal ternama. Jangan lewatkan!

Pistol & Revolver

Dari Era Wheel Lock, Wild West Hingga Semi Otomatik Modern
Angkasa Edisi Koleksi No.XLVIII, July 2008
Angkasa Edisi Koleksi No.XLVIII, July 2008
Siapa tak mengenal pistol dan revolver? Lewat tragedi berdarah Virginia Tech Massacre (2007) dan Luby’s Massacre (1991), keduanya praktis dinobatkan sebagai senjata genggam paling mematikan abad ini. Sebaliknya, kedua senjata juga berhak atas predikat protektor terhandal karena bisa dipakai untuk menangkis tindak kriminal. Jika di Jakarta, belakangan, mulai banyak orang berduit memilikinya, fenomena seperti ini sudah menjadi hat biasa di Amerika, Rusia, bahkan Eropa.

Pamor serta aura deterent pistol-revolver tak ayal menyeruak setelah dalam pembuatannya dipakai material serta rancang mekanik yang semakin canggih. Pada abad ke-15 sampai 17, ketika batu api masih jadi pemantik utama, jarak tembak maksimalnya hanya mencapai 10 meter. Itu pun sering kalah cepat dari panah. Tetapi kini, bisa kits simak bersama seperti apa kedahsyatan Smith & Wesson Model 17 berpeluru Magnum, Glock 17 yang berbodi plastik, atau FN Herstal P90 yang lebih mirip submechine gun ketimbang pistol.
Dalam Edisi Koleksi Angkasa “The Vety Interesting History of Pistol & Revolver” ini, Anda tidak saja kami antar mengikuti profil berbagai senjata genggam terkuat abad ini. Anda juga bisa menyelami seluruh sisi menarik sejarah perancangan pistol mulai abad ke-15 hingga sekarang. Kami pun tak lupa memampang segenap perancangnya yang brilian, struktur teknis, termasuk silang pendapat di seputar kehadirannya. Secara khusus, kami juga menghadirkan profil serta kisah jago-jago tembak dari era wild westyang kerap tampil dalam film-film Hollywood. Jangan lewatkan!

artileri

The King of Battles

Edisi Koleksi Angkasa XV
Edisi Koleksi Angkasa XV
“The King of Battles!”
(Mayjen HG Bishop, Field Artillery, 1935]
“An Infantryman’s best friend is not his mother It’s the artillery, brotheff
(Anonim, tanda wilayah Fort Benning, Goergia, 19531
“No matterhowhighly trained the in/antryand otherbranches maybe, there is no action until the artillery is ready.”
(Mayjen William J. Snow, dalam The Shrapnel-1924
“The artillery is the most important of our arms”
(Jenderal Dwight D. Eisenhower)
Dari kutipan-kutipan tersebut tak bedebihan jika artileri kemudian disebut sistem persenjataan paling vital, Khususnya bagi para infantri. Kutipan-kutipan tersebut begitu faktual, karena diutarakan langsung oleh orang-orang yang tahu betul fungsi persenjataan ini. Pendek kata, artileri adalah pembungkam tembakan musuh di sepanjang gads pertahanan dan penghancur instalasi militer paling efektff.
Persenjataan ini telah mendampingi manusia bahkan sejak sejarah peperangan itu ada. Berawal dari katapel, onager dan meriam tipe sederhana: artileri kini bisa ditemui dalam bentuk mortir, kanon, howitzer, dan pelontar roket. Tak perlu repot mencari tahu tentang si raja peperangan ini. Cukup ikuti saja edisi spesial Artilefi: The King of Battles, maka seluruh rasa ingin tahu Anda akan terjawab. Dari A sampai Z.
Artileri Medan
Artileri Medan

0.50 CAL, Long Range Sniper Rifle

 
 
 
 
 
 
3 Votes
Edisi War Machine Series Commando, 22 Nov 2008
Edisi War Machine Series Commando, 22 Nov 2008
Seorang perwira tinggi Marinir TNI AL pernah mengatakan kepada COMMANDO, bahwa dari pengalaman pribadinya sniper yang terbaik itu adalah .308 alias 7,62mm. “Point fifty (.50) terlalu besar dan tidak efektif,” ujarnya. Pendapat ini tentu tidak salah. Karena dari pengalaman TNI, heavy sniper rifle .50 memang tergolong arsenal baru. Sepengetahuan redaksi, baru pada era 2000-an beberapa pasukan khusus TNI mulai mengadopsi senapan sniper berat. Selain itu kontur permukaan Bumi di Indonesia yang tidak rata serta didominasi vegetasi, menjadi tidak efektif untuk penggelaran sniper berat. fika dicarikan benang merahnya dengan perkembangan di mancanegara, sebenarnya tidaklah telat telat amat bagi TNI mengakuisisi sniper berat. Pasalnya popularitas monster senyap satu ini baru mendunia pasta Perang Teluk I.

Adalah pasukan khusus AS Delta Force dan SAS Inggris yang dipercaya menggunakan M82A1 di Irak pada 1990. Tugas mereka sangat spesifik, yaitu disusupkan ke padang gurun Irak menggunakan helikopter untuk kemudian memburu rudal Scud (Scud hunting). Ketangguhan tembakan tunggal jarak jauh .50 lah yang jadi peneguh hati USSOCOM hingga akhirnya merestui mini perburuan ini. Ketika akhirnya AS kembali menginvasi Irak dan Afghanistan, M82A1 kembali menjadi primadona. Satuan-satuan khusus dibekah senapan sniper berat untuk melumpuhkan target-target penting dan berbahaya dari jarak jauh tanpa musuh sempat menyadari atau membalas. Melihat sejarah kelahirannya, .50 memang awalnya disulap dari senapan antimaterial (antitank) kaliber besar antara 14,5mm hingga 20mm. Jerman yang seperti sudah ditakdirkan sebagai negara pelopor dalam teknologi kemiliteran kembali menjadi rujukkan awal. Pabrikan Mauser lalu menciptakan M1918 kaliber 13mm, senjata antitank khusus untuk melumpuhkan tank-tank Inggris generasi pertama yang memiliki lapisan baja tipis.
Sebaliknya jadi senjata makan tuan ketika senapan jenis ini jatuh ke tangan kelompok bersenjata. Di Afghanistan dan Irlandia Utara, diyakini masih beredar senapan sniper berat standar angkatan bersenjata saat ini yaitu Barrett M82A1. sejarah beredarnya senapan ini di Afghanistan talc lepas dari campur tangan badan intelijen AS CIA yang memasok 25 M82A1 kepada para pejuang Afghanistan. Sebaliknya di Irlandia Utara, pejuang IRA (Irish Republican Army) dengan mudahnya memperoleh M82A1 pada tahun 1986 di Chicago ketika senjata ini belum populer. Sang pengirim, Martin Quigley, memang akhirnya tertangkap oleh FBI. Namun segelintir M82A1 dan dua pucuk M90 sudah keburu lolos ke Irlandia. Inggris sampai harus mengirim SAS guna memburu tim pembunuh senyap IRA yang dijuluki Cullyhanna ini.
Hanya saja dengan bobotnya yang superberat untuk dijadikan senjata, individu, memang tidak mudah untuk menggelar sniper berat di medan operasi. Beratnya saja berkisar antara 13-17 kg. Sosoknya juga boron dengan panjang total bisa mencapai 1.700mm alias setinggi prig dewasa. “Idealnya memang untuk target yang sudah pasti,” ujar Letkol Mar Supriyono, Komandan Batalion IPAM 2, Marinir, Cilandak. Nah, di edisi ini Anda akan menemukan semua jawaban yang tersirat maupun tidak tersirat dari penjelasan di atas. Mulai dari sejarah kelahirannya, kisah-kisah dari medan operasi, cara-cara penggunaannya, metode-metode pelatihan, jenis-jenis amunisinya, ragam senapan sniper berat, serta info-info lainnya yang pasti menarik. seperti edisi pertama War Machine Series, kami berharap sajian kali ini bisa memuaskan keingintahuan Anda. Selamat menikmati.

tokek

yah begini ini ,,namanya juga baru belajar, ada yang protes kek ada yang ketawa kek ada tokek kek.,....pokoknya ya tetap tokek......biarin aja ..biar tokek yang penting tokek beneran......gambarnya aja salah......itumah bukan tokek tapi saudaranya tokek.....yang jelas ada kata kata tokeknya....iya nggak tokek ?

Sejarah Perang Diponegoro

Perang Jawa atau lebih dikenal dengan Perang Diponegoro (1825-1830) ternyata dipicu oleh hal yang sederhana, yaitu penancapan tonggak-tonggak pembuatan jalan rel kereta api. Pada masa itu, Belanda tengah giat-giatnya membangun rel kereta api yang melewati daerah Tegalrejo di Jawa Tengah. Rupanya di salah satu sektor, Belanda tepat melintasi makam dari leluhur Pangeran Diponegoro. Hal inilah yang membuat Pangeran Diponegoro marah luar biasa, dan memutuskan untuk mengangkat senjata melawan Belanda. Namun penyebab perang tersebut sebenarnya merupakan akumulasi semua permasalahan yang ada, seperti pajak yang tinggi, campur tangan Belanda dalam urusan istana Yogya, hingga permasalahan ketidakpuasan di kalangan istana itu sendiri.

KKO/Marinir dalam Operasi Seroja

KKO dalam Operasi Seroja


timor portugis (timor-timur) sudah diincar jakarta dari tahun 1963. Bung karno saat itu tidak suka dengan masih adanya kolonialisme di wilayah yang dekat dengan indonesia. Soebandrio saat itu memerintahkan BPI (badan Pusat Intelijen) untuk merancang operasi intelijen di timor portugis. Kopaska dipilih karena sebagai ajang uji coba karena baru dibentuk tahun 1962 dan baru sekali mengalami operasi waktu trikora.

Pada tahun 1964, Mabes AL mengirim satu tim Kopaska dipimpin seorang serda untuk melaksanakan operasi Klandestein di Timor-timur.Tugas mereka mengumpulkan data intelijen dan menggalang penduduk setempat untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan kolonial Portugis. selama lima bulan, Kopaska mendapat perintah untuk menyusup ke daerah Timor Timur, melalui Atambua. Tugas utamanya, menggalang penduduk setempat,untuk melakukan pemberontakan melawan Portugis.

Kopaska yang dikirim ke timor itu menyamar sebagai pedagang kuda dan bertugas menggalang perlawanan penduduk terhadap kolonial portugis.
bahkan 40 orang timor yang melakukan perlawanan berkunjung ke jakarta untuk mendapatkan pelatihan.

Tapi karena situasi politik yang panas di indonesia menjelang G30S/PKI maka operasi tersebut dihentikan. Dan pemerintahan orde baru tidak tertarik dengan timor portugis. Jakarta tertarik kembali setelah di portugal terjadi kudeta dan situasi politik yang panas di daerah2 koloni portugal yang dipandang bisa mengancam kestabilan wilayah Indonesia.

7 Desember 1975 jam 05.00 WITA, gugus tempur laut TNI Angkatan Laut terlihat diperairan lepas pantai kota Dili, Timor Timur (East Timor). Gugus tempur laut ini dinamakan Gugus Tugas Ampibi Operasi Seroja yang terdiri atas KRI Martadinata(342) yang bertugas sebagai pemberi bantuan tembakan pada operasi pendaratan Batalion Tim Pendarat (BTP 5)/Infanteri Marinir, KRI Ratulangi (400) sebagai kapal komando, KRI Barakuda (817), sebagai kapal buru kapal selam, KRI Teluk Bone (511) sebagai kapal pengangkut BTP5/Infanteri Marinir dan tank ampibi (PT76 & BTR-50) yang akan didaratkan, KRI Jayawijaya (921) sebagai kapal bengkel yang berfungsi sebagai kapal pendukung, dan terkahir KRI Sorong (911) sebagai kapal tanker. Gugus tempur ini dan juga Gugus Rajawali Flight ( terdiri dari 9 pesawat Herculus TNI AU) adalah ujung tombak Operasi Seroja yang dilakukan lewat penyerbuan pantai dan operasi lintas udara.

Spoiler for KRI Martadinata:


Spoiler for KRI Martadinata II:

KRI Martadinata(342) yang bertugas sebagai pemberi bantuan tembakan pada operasi pendaratan Batalion Tim Pendarat (BTP 5)/Infanteri Marinir, KRI Ratulangi (400) sebagai kapal komando, KRI Barakuda (817), sebagai kapal buru kapal selam, KRI Teluk Bone (511) sebagai kapal pengangkut BTP5/Infanteri Marinir dan tank ampibi (PT76 & BTR-50) yang akan didaratkan, KRI Jayawijaya (921) sebagai kapal bengkel yang berfungsi sebagai kapal pendukung, dan terkahir KRI Sorong (911) sebagai kapal tanker.

Gugus tempur ini terlihat di lepas pantai kota Dili dalam rangka penyerbuan Kota Dili yang diawali dengan tembakan-tembakan ke arah pantai untuk memberikan tembakan perlindungan dan juga tembakan bantuan dari meriam 76 mm milik KRI Martadinata. Pada saat yang sama Batalion Tim Pendarat Marinir 5 mulai melakukan aksi pendaratannya dan berhasil sampai mendarat dan mengendap-endap di Kampung Alor dan mulai melakukan pergerakan menuju Kota Dili untuk menguasainya.

Pendaratan ini bukan tidak diliputi ketegangan, sebab gerakan gugus tugas ini sejak awal dibayang-bayangi oleh 2 kapal perang Portugal. Dan celakanya , 7 Desember pagi, kedua kapal tersebut justru merapat di lepas pantai Dili. “Mereka buang jangkar lebih dekat ke pulau Atauro, karena di sana bercokol pemerintahan pelarian Portugal dari Timor,” kata Hendro Subroto, wartawan TVRI yang meliput saat itu. Kedua kapal perang tersebut adalah 1 fregat dari kelas Commandante Joao Belo dan 1 kapal survei bernama Alfonso D. Alburqueque. Kapal-kapal itu sudah berada di perairan Timor Timur sejak bulan Oktober 1975. Seperti disengaja dan sudah mengetahui, mereka mendekati perairan Dili bersamaan dengan akan dilakukannya operasi ampibi.

KRI Martadinata dan KRI Ratulangi saling membayangi dengan fregat Portugal, namun yang utama mengawasi adalah KRI ratulangi yang dilengkapi meriam utama 100 mm. Sedangkan KRI Martadinata tetap fokus pada memberikan bantuan tembakan pada pendaratan marinir dibibir pantai. Ketika diawasi oleh kedua KRI kita, kedua kapal Portugal tersebut tidak melakukan manuver yang mengganggu ataupun membahayakan operasi pendaratan, mereka hanya mengawasi saja. Jarak antara kapal perang RI dengan kapal perang Portugal hanya 4 mil laut atau 7 kilometer saja. Dan bila baku tembak pecah antara kedua kubu tersebut, maka jarak ini sangatlah dekat dan masuk jarak tembak meriam kedua belah pihak.

Spoiler for Pendaratan I:


Spoiler for Pendaratan II:


Spoiler for Pendaratan III:


Spoiler for Pendaratan IV:


Spoiler for Pendaratan V:


Setelah Berhasil Mendarat Di Pantai, pertempuran terus berlanjut hingga ke pedalaman. merangsek maju dan membersihkan daerah daerah yang dicurigai

Spoiler for Pertempuran Darat I:


Spoiler for Bergabung dengan relawan:

karena medan yang sulit berbukit dan hutan yang lebat. pertempuran terus dilaksanakan dengan menggunakan persenjataan berat

Spoiler for Bombardir I:


Spoiler for Bombardir II:


Spoiler for istirahat:

Akhirnya Timor Timur dapat dikuasai oleh Pasukan Pendarat KKO,..

Jalesu Bhumyamca Jayamahe