Rabu, 30 November 2011

KKO/Marinir dalam Operasi Seroja

KKO dalam Operasi Seroja


timor portugis (timor-timur) sudah diincar jakarta dari tahun 1963. Bung karno saat itu tidak suka dengan masih adanya kolonialisme di wilayah yang dekat dengan indonesia. Soebandrio saat itu memerintahkan BPI (badan Pusat Intelijen) untuk merancang operasi intelijen di timor portugis. Kopaska dipilih karena sebagai ajang uji coba karena baru dibentuk tahun 1962 dan baru sekali mengalami operasi waktu trikora.

Pada tahun 1964, Mabes AL mengirim satu tim Kopaska dipimpin seorang serda untuk melaksanakan operasi Klandestein di Timor-timur.Tugas mereka mengumpulkan data intelijen dan menggalang penduduk setempat untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan kolonial Portugis. selama lima bulan, Kopaska mendapat perintah untuk menyusup ke daerah Timor Timur, melalui Atambua. Tugas utamanya, menggalang penduduk setempat,untuk melakukan pemberontakan melawan Portugis.

Kopaska yang dikirim ke timor itu menyamar sebagai pedagang kuda dan bertugas menggalang perlawanan penduduk terhadap kolonial portugis.
bahkan 40 orang timor yang melakukan perlawanan berkunjung ke jakarta untuk mendapatkan pelatihan.

Tapi karena situasi politik yang panas di indonesia menjelang G30S/PKI maka operasi tersebut dihentikan. Dan pemerintahan orde baru tidak tertarik dengan timor portugis. Jakarta tertarik kembali setelah di portugal terjadi kudeta dan situasi politik yang panas di daerah2 koloni portugal yang dipandang bisa mengancam kestabilan wilayah Indonesia.

7 Desember 1975 jam 05.00 WITA, gugus tempur laut TNI Angkatan Laut terlihat diperairan lepas pantai kota Dili, Timor Timur (East Timor). Gugus tempur laut ini dinamakan Gugus Tugas Ampibi Operasi Seroja yang terdiri atas KRI Martadinata(342) yang bertugas sebagai pemberi bantuan tembakan pada operasi pendaratan Batalion Tim Pendarat (BTP 5)/Infanteri Marinir, KRI Ratulangi (400) sebagai kapal komando, KRI Barakuda (817), sebagai kapal buru kapal selam, KRI Teluk Bone (511) sebagai kapal pengangkut BTP5/Infanteri Marinir dan tank ampibi (PT76 & BTR-50) yang akan didaratkan, KRI Jayawijaya (921) sebagai kapal bengkel yang berfungsi sebagai kapal pendukung, dan terkahir KRI Sorong (911) sebagai kapal tanker. Gugus tempur ini dan juga Gugus Rajawali Flight ( terdiri dari 9 pesawat Herculus TNI AU) adalah ujung tombak Operasi Seroja yang dilakukan lewat penyerbuan pantai dan operasi lintas udara.

Spoiler for KRI Martadinata:


Spoiler for KRI Martadinata II:

KRI Martadinata(342) yang bertugas sebagai pemberi bantuan tembakan pada operasi pendaratan Batalion Tim Pendarat (BTP 5)/Infanteri Marinir, KRI Ratulangi (400) sebagai kapal komando, KRI Barakuda (817), sebagai kapal buru kapal selam, KRI Teluk Bone (511) sebagai kapal pengangkut BTP5/Infanteri Marinir dan tank ampibi (PT76 & BTR-50) yang akan didaratkan, KRI Jayawijaya (921) sebagai kapal bengkel yang berfungsi sebagai kapal pendukung, dan terkahir KRI Sorong (911) sebagai kapal tanker.

Gugus tempur ini terlihat di lepas pantai kota Dili dalam rangka penyerbuan Kota Dili yang diawali dengan tembakan-tembakan ke arah pantai untuk memberikan tembakan perlindungan dan juga tembakan bantuan dari meriam 76 mm milik KRI Martadinata. Pada saat yang sama Batalion Tim Pendarat Marinir 5 mulai melakukan aksi pendaratannya dan berhasil sampai mendarat dan mengendap-endap di Kampung Alor dan mulai melakukan pergerakan menuju Kota Dili untuk menguasainya.

Pendaratan ini bukan tidak diliputi ketegangan, sebab gerakan gugus tugas ini sejak awal dibayang-bayangi oleh 2 kapal perang Portugal. Dan celakanya , 7 Desember pagi, kedua kapal tersebut justru merapat di lepas pantai Dili. “Mereka buang jangkar lebih dekat ke pulau Atauro, karena di sana bercokol pemerintahan pelarian Portugal dari Timor,” kata Hendro Subroto, wartawan TVRI yang meliput saat itu. Kedua kapal perang tersebut adalah 1 fregat dari kelas Commandante Joao Belo dan 1 kapal survei bernama Alfonso D. Alburqueque. Kapal-kapal itu sudah berada di perairan Timor Timur sejak bulan Oktober 1975. Seperti disengaja dan sudah mengetahui, mereka mendekati perairan Dili bersamaan dengan akan dilakukannya operasi ampibi.

KRI Martadinata dan KRI Ratulangi saling membayangi dengan fregat Portugal, namun yang utama mengawasi adalah KRI ratulangi yang dilengkapi meriam utama 100 mm. Sedangkan KRI Martadinata tetap fokus pada memberikan bantuan tembakan pada pendaratan marinir dibibir pantai. Ketika diawasi oleh kedua KRI kita, kedua kapal Portugal tersebut tidak melakukan manuver yang mengganggu ataupun membahayakan operasi pendaratan, mereka hanya mengawasi saja. Jarak antara kapal perang RI dengan kapal perang Portugal hanya 4 mil laut atau 7 kilometer saja. Dan bila baku tembak pecah antara kedua kubu tersebut, maka jarak ini sangatlah dekat dan masuk jarak tembak meriam kedua belah pihak.

Spoiler for Pendaratan I:


Spoiler for Pendaratan II:


Spoiler for Pendaratan III:


Spoiler for Pendaratan IV:


Spoiler for Pendaratan V:


Setelah Berhasil Mendarat Di Pantai, pertempuran terus berlanjut hingga ke pedalaman. merangsek maju dan membersihkan daerah daerah yang dicurigai

Spoiler for Pertempuran Darat I:


Spoiler for Bergabung dengan relawan:

karena medan yang sulit berbukit dan hutan yang lebat. pertempuran terus dilaksanakan dengan menggunakan persenjataan berat

Spoiler for Bombardir I:


Spoiler for Bombardir II:


Spoiler for istirahat:

Akhirnya Timor Timur dapat dikuasai oleh Pasukan Pendarat KKO,..

Jalesu Bhumyamca Jayamahe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar